Bertemu dengan Avidya Tantrik
Setelah beberapa bulan dalam
training monastik, saya berjalan menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok di
tengah hutan Nepal Selatan bersama dengan acarya saya dan sejawat murid. Kita
sempat diundang untuk tinggal untuk beberapa hari di rumah pegunungan oleh
seorang mantan Kumari, yang telah menjadi seorang yogini, seorang Royal Living
Goddes telah mengubah rumahnya menjadi sebuah ashram. Karena tempat itu
sebelumnya adalah tempat yang populer untuk mengadakan pertemuan bagi para
pencari spiritual dan para sadhu yang bekelana dari seantaro Nepal, saya
mempunyai harapan bisa bertemu dengan rahib yogi yang hebat di sana.
Saat kita berjalan melalui hutan
yang lebat, Acarya S berkisah kepada kita tentang sejumlah rahasia di dalam
kehidupan seorang Kumari. Selalu dipilih anak perempuan yang belum pernah haid
dari kasta Buddhis Sakya, dan menjalani kehidupan yang paradoks. Dipuja oleh
penganut Hindu dan Buddha, ia hidup dalam isolasi penuh. Ia mempunyai kekuasaan
lebih dari siapapun, tetapi dalam waktu yang sekejap, ia harus menyerahkan
kembali mahkota surgawinya dan kembali menjalani kehidupan seperti orang biasa.
Suatu hari saya berpapasan dengan lautan bhakta-bhakta Kumari yang sedang
menyaksikan Dewi Perawan yang legendaris ini mengintip dari jendela kecil
Durbar Square di Kathmandu. Ribuan penganutnya mengawasi wajah mungil yang bak datang dari surga,
menyembul dari balik tembok; rambutnya digelung naik, sebuah mata surgawi
terlukis di keningnya, senyumnya yang tenang dan lembut seperti muncul dari
dunia yang lain di waktu yang lain.
Sembari masih merenungi keanehan
kehidupan sang Kumari, dan mengharapkan untuk segera bisa bertemu dengan salah
satu dari mantan Dewi ini untuk berhadapan muka, tiba-tiba saya mendengar
jeritan yang mengerikan. Sebuah sosok gelap, sadhu yang setengah telanjang
dengan rambutnya yang panjang tergelung melompat di depan Acarya S di tengah
jalan. Ia berteriak dan mengibas-ngibas dengan tangannya yang tertutup abu,
yang salah satunya putung di sikunya. Di lengan kanannya Ia memegang sebuah
belati panjang. Matanya bersinar penuh amarah. Saya takut ia akan menyerang dan
membunuh guru kita. Tetapi tiba-tiba saja ia menghilang seperti saat dia datang
tadi.
Acarya S membalikkan badannya,
melihat kita semua, sadhaka-sadhaka Tantrik yang masih hijau, dan dengan
senyumnya yang lebar dan mata bersinar mengatakan: “Dia adalah seorang Avidya
Tantrik, dan ia menantangku untuk bertempur malam ini di sebuah kuburan.”
Saya tertegun mematung. Sulit
mempercayai telinga saya. Saya bahkan menjadi tidak yakin apakah benar-benar
melihat apa yang telah terjadi. Seakan-akan Acraya S telah membaca pikiran
saya, ungkapnya, “Janganlah takut atau bingung. Avidya Tantrik tidak akan mampu
mengalahkan kekuatan Dahrma. Ia akan kalah. Dia pasti akan kalah.” Lalu,
seperti tidak terjadi apa-apa, Acarya S melanjutkan langkahnya menuruni jalan
hutan berlumpur yang kurang menyenangkan.
Sang Kumari sekarang tidak lagi
kelihatan seperti seorang Dewi Perawan. Alih-alih, ia adalah seorang wanita tengah
baya yang keibuan, manis dan berpendidikan, dengan rambutnya yang hitam panjang
diikat dengan cara tradisional. Saat dia mendengar tentang rencana pertempuran
Acarya S dengan Avidya Tantrik, ia berbicara dengan aksen sedikit British, “Dia tidak akan pernah berubah,
sekali seorang Tantrik yang gila, seterusnya Tantrik yang gila. Tetapi jangan
kawatir, anak-anak muda; acarya akan bertahan. Percayalah padaku; ini bukan
pertama kalinya beliau menemui tantangan semacam ini.
Kita memang cemas, tentu saja. Sesungguhnya,
kita menjadi sulit tidur di malam harinya. Saya berusaha untuk bermeditasi,
tetapi selalu saja, saya melihat ke bawah ke arah sungai di mana selusinan
sadhu tengah membuat kemah primitif. Saya terkagum dengan gaya hidup mereka
yang begitu sederhana. Semua yang mereka punya adalah beberapa lungi atau sarung katun, mangkok untuk
meminta sedekah yang kadang terbuat dari tengkorak manusia, belati atau pedang,
dan mungkin sepasang sandal.
Sepanjang malam itu, saya duduk
memandang dengan cemas ke arah api membara yang dibuat oleh para sadhu, atau
beralih ke arah kegelapan yang kosong. Bagaimana jika Acarya S terbunuh oleh
sadhu gila? Saya tidak bisa membayangkan harus pulang melewati belantara tanpa
acarya kita. Dan bagaimana bila beberapa dari sadhu di bawah itu juga adalah
Avidya Tantrik? Namun akhirnya saya tertidur pulas.
Di pagi subuh, dengan kasarnya
seorang teman dari Jerman membangunkan saya bernama Umesh. Dengan semangatnya
ia menunjuk ke arah sungai. Di sana, saya melihat Acarya S berjalan dengan
santainya ke arah gubuk tempat tinggal kita yang terbuat dari batu dan atap
jerami. Di keningnya ada tanda Kapalika Tantrik berwarna merah. Tengkorak asli
yang agak tua dan bersih tergenggam di tangan kanannya. Saat dia datang
mendekat, ia mengirim senyumnya yang segar ke arah wajah-wajah kita yang
menahan kantuk dan berkata, “Aku menang. Aku memenangkannya.” Dia lalu duduk
dan mulai menceritakan kisah pertualangannya kepada kita.
Saat ia tiba di lokasi yang
disepakati, dengan sebuah tongkat kayu kecil, ia membuat lingkaran proteksi di
sekitar dirinya. Tak peduli apapun yang terjadi, apakah diserang oleh ular,
anjing atau penampakan mengerikan ilmu hitam, semua Kapalika diperintahan untuk
tidak meninggalkan lingkaran sakral ini. Segera setalah Acarya S duduk
bermeditasi, kekuatan hitam Avidya Tantrik itu mulai beraksi. Pertama, ia
diserang oleh lolongan dari lusinan hyena. Kerumunan bangsa anjing yang tengah
gila ini begitu dekat. Ia bisa merasakan taringnya yang runcing seperti mata
tombak berada di atas kepalanya. Dia mulai merasa takut. Dengan sulit berusaha
menjaga matanya tertutup dan memfokuskan pikirannya pada mantra. Walaupun dia
tahu bahwa suara-suara itu merupakan hasil jelmaan halusinasi sang Avidya
Tantrik, suaranya begitu jelas dan sangat nyata. Kemudian, tiba-tiba, walaupun
dengan mata yang masih tertutup, penampakan seekor banteng raksasa dengan api
panas keluar dari lubang hidungnya seakan keluar dari sebuah obor, muncul di
hadapannya. Hanya dalam dua detik, ia merasakan kulit dingin dari seekor ular
besar menyusuri badannya.
Penampakan ini lebih kuat dari
yang pernah ia lihat sebelumnya, lalu ia membuka matanya untuk melihat apakah
dengan begitu mereka akan lenyap. Ternyata tidak ada bedanya. Ia bahkan bisa
melihat figur seekor banteng raksasa di kegelapan. Ia masih mendengar lolongan
serigala, dan walaupun tidak bisa melihat ular, ia masih bisa merasakannya.
Pemandangan dan suara-suara
menakutkan ini terus berlanjut selama hampir satu jam. Saat Acarya S hampir
saja putus asa menahan pertempuran ini, ia mendengar suara sang Guru di telinga
batinnya: “Jangan menyerah. Teruslah fokuskan pikiran pada cakramu, dan
rapalkan mantra.”
Setelah beberapa menit kemudian,
Acarya S mendengar suara jeritan datang dari hutan yang dekat. “Aku terbakar.
Aku tidak tahan. Aku sekarat. Hentikan mengirim kekuatan nerakamu ke arahku.”
Tetapi Acarya S tak bisa melakukan apapun untuk membantunya. Dia sendiri begitu
sibuk mencoba untuk bertahan hidup. Ia begitu tenggelam di dalam
konsentrasinya, kerepotan melindungi dirinya dari serangan kekuatan sihir dari
pikiran si orang gila. Disamping itu, tak ada sedikitpun kekuatan yang
menyerang si Avidya Tantrik itu berasal dari dirinya. Apa yang dia lakukan
hanyalah berusaha untuk membuat tameng mental positif untuk melindungi diri.
Dan itupun dia lakukan dengan bersusah payah setengah mati dan hampir saja
gagal.
Sekali lagi, ia menyadari betapa
hebatnya daya mistik dari sains mantra Tantrik. Sekali lagi, ia menyadari
betapa banyak ia masih perlu belajar. Dari pengalaman ini, ia memahami daya
suci dari proteksi spiritual sang guru. Saat dia memasrahkan sepenuhnya kepada
perlindungan guru, maka bantuan akan datang. Dan, sekali lagi, ia menyaksikan
sebuah bukti dari hukum karma: kekuatan sihir jahat yang dikirim oleh si Avidya
Tantrik akhirnya berbalik menyerang pawangnya sendiri. Tak ada yang ia ketahui
pasti, bisa saja si Avidya Tantrik itu telah musnah bersama dengan kekuatan
dari sihirnya itu. Paling tidak apa yang pasti baginya adalah bahwa dirinya
masih hidup. Dia masih hidup, tampaknya oleh karena berkah guru yang maha tahu.
Dan siapakah guru yang senyatanya? Tidak lain dari Tuhan, atau Brahma.
Saat Acarya S mengakhiri
ceritanya, kita begitu mematung dibuatnya. Kita hanya duduk dan mendengarkan
suara arus sungai selama beberapa waktu. Sejumlah sadhu telah selesai mandi,
sedangkan yang lain masih tertidur. Kemudian Umesh, dengan aksen Jermannya
berkata, “Aku curiga kenapa si Avidya Tantrik hanya punya satu tangan?”
“Karena dia telah mempersembahkan
dagingnya sendiri di api persembahan untuk bisa mendapatkan kekuatan
mentalnya.” Kata Acarya S. Lalu ia mulai menjelaskan perbedaan antara Avidya
dan Vidya Tantra.
“Sejak permulaan sejarah,” dia
memulai, “Manusia ingin mendapat penjelasan dan bisa memahami misteri
penciptaan ini. Mereka terpesona akan kekuatan dan keindahan alam dan mereka
berhasrat untuk mengerti rahasia di belakangnya. Mereka menemukan bahwa di alam
dan kehidupan ini ada dua kekuatan, baik dan jahat, membangun dan merusak. Pada
dasarnya kedua kekuatan ini adalah Vidya dan Avidya. Selanjutnya para shaman (dukun) dan yogi menemukan bahwa
terdapat hukum di alam ini; bahwa segalanya mengikuti sebuah sistem, sebuah
pola. Di dalam tubuh kita, mereka juga menemukan sistem energetik. Yakni
cakra-cakra, seperti yang mereka sebut, berada dalam sebuah sistem yang teratur
sesuai dengan ordenya. Di angkasa, mereka menemukan bahwa planet, bintang dan
galaksi juga teratur dalam sistemnya, menurut cakranya sendiri. Sistem Kosmik
ini disebut dengan Brahma Cakra dalam Tantra. Dan pusat dari sistem ini bisa
disebut Tuhan atau Brahma. Di dalam Brahma Cakra ini, ada dua kekuatan bekerja,
daya sentrifugal, atau Avidyamaya,
dan kekuatan sentripetal, atau Vidyamaya.
Avidyamaya, atau yang biasa dikenal dengan Maya, adalah daya yang menjauh dari
pusat. Ini adalah energi kebodohan, kegelapan, jahat. Maya juga dikenal sebagai
kekuatan yang menciptakan ilusi keterpisahan di dalam kehidupan kita. Sedangkan
Vidyamanya adalah kekuatan yang sebaliknya, membawa kita menuju ke pusat, atau
nukleus. Ini adalah daya pengetahuan, kebaikan dan cahaya. Ini adalah daya yang
menyatukan.
Acarya S berhenti sejenak. Dia
sepertinya kelelahan. Lalu dia meminta segelas air. Benar saja, kita
menyaksikan beliau meminum segelas air dalam satu tegukan besar. Namun kita tidak
ingin ia berhenti, jadi kita menunggu kapan dia mulai lagi wejangannya yang
informal tapi sangat mendalam tentang Tantra. “Baik Avidya maupun Vidya
masing-masing memiliki dua ekspresi,” ia melanjutkan. “Daya Avidya memiliki
daya Shakti yang memberi penolakan dan daya yang menyembunyikan. Daya penolakan
ini mengarahkan kita menjauh dari kebenaran, dari keindahan, dari Tuhan. Daya
menyembunyikan, di sisi lain, menyembunyikan semua itu dari kita. Membuat kita
picik dan bodoh yang membangun benteng di antara kita dengan Tuhan. Daya Vidya
sebaliknya juga mempunyai dua macam sifat, pertama adalah yang menginspirasi
pencerahan spiritual di dalam diri kita, dan memberikan kita kebahagiaan dan
anandam. Kalian semua telah terbangunkan di jalan spiritual. Kalian juga telah
mengalami semacam anandam di dalam batin kalian saat meditasi, tetapi kalian
juga masih berada di dalam sihir daya Avidyamaya – daya yang menjauhkan dan
menyembunyikan.”
“Namun aku tidak tahu,” saya
memotong pembicaraan, “Bagaimana semua ini berkaitan dengan kekuatan si Avidya
Tantrik.”
“Disebabkan oleh haus kekuasaan
dan kekuatan, entah itu kekuatan mental atau fisik, entah itu haus akan harta
atau akan pengetahuan, ini menjauhkan kita dari pengalaman langsung dengan
Tuhan, dari spiritualitas,” acarya menjawab. “Terlebih lagi, semakin kita
memperoleh kekuatan demikian, semakin kita akan dibuatnya haus. Semakin kita
menjauh dari spiritual, semakin kita terperangkap di dalam ilusi yang
memberikan kita kesenangan dan kepuasan. Yang lalu menjadi ketagihan. Avidya
Tantrik ini tengah ketagihan akan kekuatan, walaupun mereka banyak pengetahuan,
dan banyak kebijaksanaan. Ini adalah jalan yang sangat beresiko dan berbahaya.
Di jalan Vidya Tantra, orang juga bisa saja memperoleh daya gaib, kekayaan dan
ketenaran, tetapi jika ia tulus, ia tak akan terikat atau terperangkap oleh
kekuatan-kekuatan alam ini. Jadi, kalian harus memutuskan, apakah kalian ingin
mengikuti jalan kebodohan atau jalan kebijaksanaan, jalan Avidya atau jalan
Vidya? Tetapi pada akhirnya – dan ini adalah kunci untuk memahami esensi dari
Tantra – kalian harus bergerak menjauh dari Avidya maupun Vidya. Dengan kata
lain, seorang Tantrik yang sesungguhnya tercerahkan adalah ia yang melampaui
dualitas, melampaui ketidaktahuan dan kebijaksanaan. Seorang Tantrik adalah ia
yang memiliki Spirit non-dual. Oleh karena itu, kalian akan melihat kadang kala
seorang guru Tantrik akan memanfaatkan daya gaibnya. Mereka bisa melakukannya
karena mereka sudah benar-benar terbebaskan, secara total melampaui pengaruhnya.”
(Dari Buku, "TANTRA: The Yoga of Love and Awakening", oleh Ramesh Bjonnes) -- "Tantra: Yoga Cinta dan Pencerahan". segera Terbit!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar