Minggu, 16 Maret 2014



Bertemu dengan Avidya Tantrik

Setelah beberapa bulan dalam training monastik, saya berjalan menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok di tengah hutan Nepal Selatan bersama dengan acarya saya dan sejawat murid. Kita sempat diundang untuk tinggal untuk beberapa hari di rumah pegunungan oleh seorang mantan Kumari, yang telah menjadi seorang yogini, seorang Royal Living Goddes telah mengubah rumahnya menjadi sebuah ashram. Karena tempat itu sebelumnya adalah tempat yang populer untuk mengadakan pertemuan bagi para pencari spiritual dan para sadhu yang bekelana dari seantaro Nepal, saya mempunyai harapan bisa bertemu dengan rahib yogi yang hebat di sana.

Saat kita berjalan melalui hutan yang lebat, Acarya S berkisah kepada kita tentang sejumlah rahasia di dalam kehidupan seorang Kumari. Selalu dipilih anak perempuan yang belum pernah haid dari kasta Buddhis Sakya, dan menjalani kehidupan yang paradoks. Dipuja oleh penganut Hindu dan Buddha, ia hidup dalam isolasi penuh. Ia mempunyai kekuasaan lebih dari siapapun, tetapi dalam waktu yang sekejap, ia harus menyerahkan kembali mahkota surgawinya dan kembali menjalani kehidupan seperti orang biasa. Suatu hari saya berpapasan dengan lautan bhakta-bhakta Kumari yang sedang menyaksikan Dewi Perawan yang legendaris ini mengintip dari jendela kecil Durbar Square di Kathmandu. Ribuan penganutnya mengawasi  wajah mungil yang bak datang dari surga, menyembul dari balik tembok; rambutnya digelung naik, sebuah mata surgawi terlukis di keningnya, senyumnya yang tenang dan lembut seperti muncul dari dunia yang lain di waktu yang lain.

Sembari masih merenungi keanehan kehidupan sang Kumari, dan mengharapkan untuk segera bisa bertemu dengan salah satu dari mantan Dewi ini untuk berhadapan muka, tiba-tiba saya mendengar jeritan yang mengerikan. Sebuah sosok gelap, sadhu yang setengah telanjang dengan rambutnya yang panjang tergelung melompat di depan Acarya S di tengah jalan. Ia berteriak dan mengibas-ngibas dengan tangannya yang tertutup abu, yang salah satunya putung di sikunya. Di lengan kanannya Ia memegang sebuah belati panjang. Matanya bersinar penuh amarah. Saya takut ia akan menyerang dan membunuh guru kita. Tetapi tiba-tiba saja ia menghilang seperti saat dia datang tadi.

Acarya S membalikkan badannya, melihat kita semua, sadhaka-sadhaka Tantrik yang masih hijau, dan dengan senyumnya yang lebar dan mata bersinar mengatakan: “Dia adalah seorang Avidya Tantrik, dan ia menantangku untuk bertempur malam ini di sebuah kuburan.”
Saya tertegun mematung. Sulit mempercayai telinga saya. Saya bahkan menjadi tidak yakin apakah benar-benar melihat apa yang telah terjadi. Seakan-akan Acraya S telah membaca pikiran saya, ungkapnya, “Janganlah takut atau bingung. Avidya Tantrik tidak akan mampu mengalahkan kekuatan Dahrma. Ia akan kalah. Dia pasti akan kalah.” Lalu, seperti tidak terjadi apa-apa, Acarya S melanjutkan langkahnya menuruni jalan hutan berlumpur yang kurang menyenangkan.

Sang Kumari sekarang tidak lagi kelihatan seperti seorang Dewi Perawan. Alih-alih, ia adalah seorang wanita tengah baya yang keibuan, manis dan berpendidikan, dengan rambutnya yang hitam panjang diikat dengan cara tradisional. Saat dia mendengar tentang rencana pertempuran Acarya S dengan Avidya Tantrik, ia berbicara dengan aksen sedikit British, “Dia tidak akan pernah berubah, sekali seorang Tantrik yang gila, seterusnya Tantrik yang gila. Tetapi jangan kawatir, anak-anak muda; acarya akan bertahan. Percayalah padaku; ini bukan pertama kalinya beliau menemui tantangan semacam ini.
Kita memang cemas, tentu saja. Sesungguhnya, kita menjadi sulit tidur di malam harinya. Saya berusaha untuk bermeditasi, tetapi selalu saja, saya melihat ke bawah ke arah sungai di mana selusinan sadhu tengah membuat kemah primitif. Saya terkagum dengan gaya hidup mereka yang begitu sederhana. Semua yang mereka punya adalah beberapa lungi atau sarung katun, mangkok untuk meminta sedekah yang kadang terbuat dari tengkorak manusia, belati atau pedang, dan mungkin sepasang sandal.
Sepanjang malam itu, saya duduk memandang dengan cemas ke arah api membara yang dibuat oleh para sadhu, atau beralih ke arah kegelapan yang kosong. Bagaimana jika Acarya S terbunuh oleh sadhu gila? Saya tidak bisa membayangkan harus pulang melewati belantara tanpa acarya kita. Dan bagaimana bila beberapa dari sadhu di bawah itu juga adalah Avidya Tantrik? Namun akhirnya saya tertidur pulas.
Di pagi subuh, dengan kasarnya seorang teman dari Jerman membangunkan saya bernama Umesh. Dengan semangatnya ia menunjuk ke arah sungai. Di sana, saya melihat Acarya S berjalan dengan santainya ke arah gubuk tempat tinggal kita yang terbuat dari batu dan atap jerami. Di keningnya ada tanda Kapalika Tantrik berwarna merah. Tengkorak asli yang agak tua dan bersih tergenggam di tangan kanannya. Saat dia datang mendekat, ia mengirim senyumnya yang segar ke arah wajah-wajah kita yang menahan kantuk dan berkata, “Aku menang. Aku memenangkannya.” Dia lalu duduk dan mulai menceritakan kisah pertualangannya kepada kita.

Saat ia tiba di lokasi yang disepakati, dengan sebuah tongkat kayu kecil, ia membuat lingkaran proteksi di sekitar dirinya. Tak peduli apapun yang terjadi, apakah diserang oleh ular, anjing atau penampakan mengerikan ilmu hitam, semua Kapalika diperintahan untuk tidak meninggalkan lingkaran sakral ini. Segera setalah Acarya S duduk bermeditasi, kekuatan hitam Avidya Tantrik itu mulai beraksi. Pertama, ia diserang oleh lolongan dari lusinan hyena. Kerumunan bangsa anjing yang tengah gila ini begitu dekat. Ia bisa merasakan taringnya yang runcing seperti mata tombak berada di atas kepalanya. Dia mulai merasa takut. Dengan sulit berusaha menjaga matanya tertutup dan memfokuskan pikirannya pada mantra. Walaupun dia tahu bahwa suara-suara itu merupakan hasil jelmaan halusinasi sang Avidya Tantrik, suaranya begitu jelas dan sangat nyata. Kemudian, tiba-tiba, walaupun dengan mata yang masih tertutup, penampakan seekor banteng raksasa dengan api panas keluar dari lubang hidungnya seakan keluar dari sebuah obor, muncul di hadapannya. Hanya dalam dua detik, ia merasakan kulit dingin dari seekor ular besar menyusuri badannya.
Penampakan ini lebih kuat dari yang pernah ia lihat sebelumnya, lalu ia membuka matanya untuk melihat apakah dengan begitu mereka akan lenyap. Ternyata tidak ada bedanya. Ia bahkan bisa melihat figur seekor banteng raksasa di kegelapan. Ia masih mendengar lolongan serigala, dan walaupun tidak bisa melihat ular, ia masih bisa merasakannya.

Pemandangan dan suara-suara menakutkan ini terus berlanjut selama hampir satu jam. Saat Acarya S hampir saja putus asa menahan pertempuran ini, ia mendengar suara sang Guru di telinga batinnya: “Jangan menyerah. Teruslah fokuskan pikiran pada cakramu, dan rapalkan mantra.”
Setelah beberapa menit kemudian, Acarya S mendengar suara jeritan datang dari hutan yang dekat. “Aku terbakar. Aku tidak tahan. Aku sekarat. Hentikan mengirim kekuatan nerakamu ke arahku.” Tetapi Acarya S tak bisa melakukan apapun untuk membantunya. Dia sendiri begitu sibuk mencoba untuk bertahan hidup. Ia begitu tenggelam di dalam konsentrasinya, kerepotan melindungi dirinya dari serangan kekuatan sihir dari pikiran si orang gila. Disamping itu, tak ada sedikitpun kekuatan yang menyerang si Avidya Tantrik itu berasal dari dirinya. Apa yang dia lakukan hanyalah berusaha untuk membuat tameng mental positif untuk melindungi diri. Dan itupun dia lakukan dengan bersusah payah setengah mati dan hampir saja gagal.
Sekali lagi, ia menyadari betapa hebatnya daya mistik dari sains mantra Tantrik. Sekali lagi, ia menyadari betapa banyak ia masih perlu belajar. Dari pengalaman ini, ia memahami daya suci dari proteksi spiritual sang guru. Saat dia memasrahkan sepenuhnya kepada perlindungan guru, maka bantuan akan datang. Dan, sekali lagi, ia menyaksikan sebuah bukti dari hukum karma: kekuatan sihir jahat yang dikirim oleh si Avidya Tantrik akhirnya berbalik menyerang pawangnya sendiri. Tak ada yang ia ketahui pasti, bisa saja si Avidya Tantrik itu telah musnah bersama dengan kekuatan dari sihirnya itu. Paling tidak apa yang pasti baginya adalah bahwa dirinya masih hidup. Dia masih hidup, tampaknya oleh karena berkah guru yang maha tahu. Dan siapakah guru yang senyatanya? Tidak lain dari Tuhan, atau Brahma.
Saat Acarya S mengakhiri ceritanya, kita begitu mematung dibuatnya. Kita hanya duduk dan mendengarkan suara arus sungai selama beberapa waktu. Sejumlah sadhu telah selesai mandi, sedangkan yang lain masih tertidur. Kemudian Umesh, dengan aksen Jermannya berkata, “Aku curiga kenapa si Avidya Tantrik hanya punya satu tangan?”
“Karena dia telah mempersembahkan dagingnya sendiri di api persembahan untuk bisa mendapatkan kekuatan mentalnya.” Kata Acarya S. Lalu ia mulai menjelaskan perbedaan antara Avidya dan Vidya Tantra.

“Sejak permulaan sejarah,” dia memulai, “Manusia ingin mendapat penjelasan dan bisa memahami misteri penciptaan ini. Mereka terpesona akan kekuatan dan keindahan alam dan mereka berhasrat untuk mengerti rahasia di belakangnya. Mereka menemukan bahwa di alam dan kehidupan ini ada dua kekuatan, baik dan jahat, membangun dan merusak. Pada dasarnya kedua kekuatan ini adalah Vidya dan Avidya. Selanjutnya para shaman (dukun) dan yogi menemukan bahwa terdapat hukum di alam ini; bahwa segalanya mengikuti sebuah sistem, sebuah pola. Di dalam tubuh kita, mereka juga menemukan sistem energetik. Yakni cakra-cakra, seperti yang mereka sebut, berada dalam sebuah sistem yang teratur sesuai dengan ordenya. Di angkasa, mereka menemukan bahwa planet, bintang dan galaksi juga teratur dalam sistemnya, menurut cakranya sendiri. Sistem Kosmik ini disebut dengan Brahma Cakra dalam Tantra. Dan pusat dari sistem ini bisa disebut Tuhan atau Brahma. Di dalam Brahma Cakra ini, ada dua kekuatan bekerja, daya sentrifugal, atau Avidyamaya, dan kekuatan sentripetal, atau Vidyamaya. Avidyamaya, atau yang biasa dikenal dengan Maya, adalah daya yang menjauh dari pusat. Ini adalah energi kebodohan, kegelapan, jahat. Maya juga dikenal sebagai kekuatan yang menciptakan ilusi keterpisahan di dalam kehidupan kita. Sedangkan Vidyamanya adalah kekuatan yang sebaliknya, membawa kita menuju ke pusat, atau nukleus. Ini adalah daya pengetahuan, kebaikan dan cahaya. Ini adalah daya yang menyatukan.

Acarya S berhenti sejenak. Dia sepertinya kelelahan. Lalu dia meminta segelas air. Benar saja, kita menyaksikan beliau meminum segelas air dalam satu tegukan besar. Namun kita tidak ingin ia berhenti, jadi kita menunggu kapan dia mulai lagi wejangannya yang informal tapi sangat mendalam tentang Tantra. “Baik Avidya maupun Vidya masing-masing memiliki dua ekspresi,” ia melanjutkan. “Daya Avidya memiliki daya Shakti yang memberi penolakan dan daya yang menyembunyikan. Daya penolakan ini mengarahkan kita menjauh dari kebenaran, dari keindahan, dari Tuhan. Daya menyembunyikan, di sisi lain, menyembunyikan semua itu dari kita. Membuat kita picik dan bodoh yang membangun benteng di antara kita dengan Tuhan. Daya Vidya sebaliknya juga mempunyai dua macam sifat, pertama adalah yang menginspirasi pencerahan spiritual di dalam diri kita, dan memberikan kita kebahagiaan dan anandam. Kalian semua telah terbangunkan di jalan spiritual. Kalian juga telah mengalami semacam anandam di dalam batin kalian saat meditasi, tetapi kalian juga masih berada di dalam sihir daya Avidyamaya – daya yang menjauhkan dan menyembunyikan.”
“Namun aku tidak tahu,” saya memotong pembicaraan, “Bagaimana semua ini berkaitan dengan kekuatan si Avidya Tantrik.”

“Disebabkan oleh haus kekuasaan dan kekuatan, entah itu kekuatan mental atau fisik, entah itu haus akan harta atau akan pengetahuan, ini menjauhkan kita dari pengalaman langsung dengan Tuhan, dari spiritualitas,” acarya menjawab. “Terlebih lagi, semakin kita memperoleh kekuatan demikian, semakin kita akan dibuatnya haus. Semakin kita menjauh dari spiritual, semakin kita terperangkap di dalam ilusi yang memberikan kita kesenangan dan kepuasan. Yang lalu menjadi ketagihan. Avidya Tantrik ini tengah ketagihan akan kekuatan, walaupun mereka banyak pengetahuan, dan banyak kebijaksanaan. Ini adalah jalan yang sangat beresiko dan berbahaya. Di jalan Vidya Tantra, orang juga bisa saja memperoleh daya gaib, kekayaan dan ketenaran, tetapi jika ia tulus, ia tak akan terikat atau terperangkap oleh kekuatan-kekuatan alam ini. Jadi, kalian harus memutuskan, apakah kalian ingin mengikuti jalan kebodohan atau jalan kebijaksanaan, jalan Avidya atau jalan Vidya? Tetapi pada akhirnya – dan ini adalah kunci untuk memahami esensi dari Tantra – kalian harus bergerak menjauh dari Avidya maupun Vidya. Dengan kata lain, seorang Tantrik yang sesungguhnya tercerahkan adalah ia yang melampaui dualitas, melampaui ketidaktahuan dan kebijaksanaan. Seorang Tantrik adalah ia yang memiliki Spirit non-dual. Oleh karena itu, kalian akan melihat kadang kala seorang guru Tantrik akan memanfaatkan daya gaibnya. Mereka bisa melakukannya karena mereka sudah benar-benar terbebaskan, secara total melampaui pengaruhnya.”

(Dari Buku, "TANTRA: The Yoga of Love and Awakening", oleh Ramesh Bjonnes) -- "Tantra: Yoga Cinta dan Pencerahan". segera Terbit!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar