Samskara:
Hukum Aksi dan Reaksi
Kita semua terbiasa dengan gagasan bahwa setiap
tindakan atau gerakan membawa reaksi. Apakah itu ucapan kasar untuk orang lain,
batu jatuh ke dalam kolam atau gunung berapi yang meletus dari bumi, setiap
gerak selalu memiliki reaksi tertentu atau efek yang berlawanan.
Tantra mengembangkan ide ini dan mengusulkan bahwa
melakukan aksi tidak hanya memiliki reaksi eksternal-objektif, tetapi pelaku
yang sadar dari suatu tindakannya juga mengalami atau merasakan reaksinya.
Artinya, dalam Tantra, setiap ekspresi cinta, kesedihan, kebahagiaan, iri hati,
rasa sakit atau perasaan manusia lainnya dipandang sebagai salah satu sumber
pengalaman serupa di masa depan dan juga sebagai hasil dari sebelumnya.
Namun, tindakan dalam Tantra bukanlah hanya perilaku
eksternal tetapi terutama fenomena mental dengan ada atau tidaknya perilaku
aktual atau tindakan fisik terjadi, jika ada pemikiran untuk bertindak maka ada
Karma atau aksi telah dilakukan. Karma adalah gerakan pikiran, yang mungkin
atau mungkin tidak dinyatakan dengan organ motorik. Sumber Karma atau tindakan
ini, 'pelaku' psikis yang juga mengalami hasil dari tindakan, disebut ego. Ketika dikatakan bahwa untuk setiap tindakan
ada reaksi yang sama itu tidak berarti bahwa kita cenderung untuk menemukan
diri kita melakukan hal yang sama persis dengan saat situasi yang sama lagi.
Sebaliknya, karena tindakan manusia didefinisikan dalam istilah murni psikis maka
demikianlah juga reaksinya. Orang harus menjalani penderitaan mental atau
kesenangan dengan intensitas yang sama seperti yang saat melakuan atau
menikmati tindakan awal. Tapi kondisi eksternal di mana aksi dan reaksi yang
dirasakan tidak perlu sama persis.
Setelah tindakan dilakukan, ia meninggalkan kesan
pada pikiran, yang lalu matang menjadi keinginan atau kecenderungan mental akan
aksi serupa, ini disebut Samskara. Sudah umum kita mendengar orang berbicara tentang
Karma dengan arti reaksi dari tindakan masa lalu yag telah atau belum dijalani,
tetapi dalam istilah yang lebih tepat, ini tidak mengacu pada tindakan asli/awal
tapi lebih pada kesan dalam pikiran, yang menunggu keadaan cocok untuk sebuah reaksi
atau pemenuhan. Hampir semua apa yang biasanya kita sebut keinginan atau harapan,
sifat karakter kita, kepentingan kita dan kecenderungan kita membenci dan
mencintai, adalah ekspresi dari samskara. Artinya, mereka adalah manifestasi
pengalaman atau tindakan sebelumnya di dalan pikiran kita.
Tantra mengklasifikasikan samskara menjadi tiga
jenis utama:
1) Acquired:
reaksi terhadap tindakan motivasi diri yang egois, misalnya reaksi untuk
menjadi marah, makan es krim, menonton TV, bermain tenis, dan sebagainya.
2) Imposed
: Budaya kita, pendidikan dan lingkungan membentuk kita semua dengan cara yang
sangat pasti. Samskara diciptakan oleh tindakan dan pikiran kita sendiri,
tetapi cara kita bertindak dan berpikir, sikap di belakang ide-ide dan tindakan
kita sangat dipengaruhi oleh masyarakat di mana kita hidup, dan kita
masing-masing membawa samskara yang dikenakan/dipaksakan pada kita oleh
masyarakat. Misalnya, identitas seksual kita, suka dan tidak suka makanan tertentu,
preferensi moral dan sikap umum kita termasuk dalam kategori ini. Rasisme,
seksisme dan sebagainya juga sebagian besar Imposed samskara dan Tantra memberi
penekanan besar pada pemurnian masyarakat untuk menghindarkan sejauh mungkin pengaruh
sifat negatif dan destruktif dari masyarakat.
3) Inborn:
ciri-ciri kepribadian, kecenderungan mental dan keinginan yang tidak terpenuhi
yang bersama kita sejak lahir dan diwariskan dari kehidupan sebelumnya.
KETENANGAN MENTAL
Dari sudut pandang praktis teori Karma dan Samskara
adalah salah satu aspek yang paling penting dari Tantra. Sebagai sistem latihan
rohani Tantra didasarkan pada proposisi yang bertujuan agar manusia bisa mencapai
kepuasan - keadaan keseimbangan dan ketenangan, atau sering disebut Santosha. Santosha adalah suatu kondisi di mana keinginan ego tidak menekan lapisan
pikiran yang lebih tinggi, tidak pula mendorong pikiran sadar ke arah
objek-objek eksternal yang terbatas dan sementara. Setelah Santosha dicapai, kesadaran akan kebahagiaan spiritual mampu
memancar di dalam pikiran dan realisasi-diri menjadi mungkin. Namun, setiap
tindakan menyebabkan hilangnya ketenangan dan membentuk reaksi mental. Ketenangan
hanya bisa dicapai ketika semua kesan atau distorsi pikiran, samskara, telah habis
dinikmati. karena itu masalah praktis dalam Tantra adalah untuk mencapai ketenangan
dan kebahagiaan batin dalam menghadapi gejolak mental yang terus-menerus yang
disebabkan oleh tindakan dan samskara.
Dalam keadaan normal manusia termotivasi oleh
kesenangan atau pemenuhan keinginan. Kesenangan memungkinkan perkembangan yang
sehat dari individu dengan mengekspresikan keinginannya, tetapi juga berakhir dalam
kepuasan atau ketenangan terbatas. Jadi, meskipun kita cenderung berpikir kita menginginkan
kesenangan demi kesenangan itu, Tantra menyatakan bahwa setiap rasa bahagia demikian
sesungguhnya hanyalah reaksi dari suatu tindakan awal dan merupakan upaya
pikiran untuk kembali mencapai keadaan yang asli, ketenangannya yang terganggu.
Alasan mengapa kesenangan cepat berlalu dan tidak
kekal karena tergantung pada adanya samskara dalam pikiran, dan saat Samskara
habis (apakah itu untuk es krim, perjalanan ke luar negeri atau dosis flu ), maka
rasa senang - situasi atau pengalaman ini juga akan berakhir. Sebagai contoh,
kita mungkin ingin es krim dan makan semangkok untuk membuat kita merasa senang.
Namun, setelah merasa puas kita tidak mungkin untuk merasakan kenikmatan yang
sama jika diminta menghabiskan mangkok yang kedua atau ketiga. Bahkan es krim berikutnya
mungkin menyakitkan atau karena sekarang tidak selaras lagi dengan keinginan
kita. Tantra menganggap semua samskara menjadi rantai, apakah mereka dari besi
(derita) atau emas (kesenangan), mereka adalah rantai kefanaan dan menjadi hambatan
untuk ketenangan abadi dan kebahagiaan spiritual.
Bliss (kebahagiaan spiritual) benar-benar berbeda dari kesenangan. Ia memiliki
sumber supra-mental dan benar-benar independen dari indera, tindakan dan
samskara. Setiap orang mengalami kenikmatan dan rasa sakit secara individual
sesuai dengan samskara mereka sendiri tetapi Bliss adalah sama untuk semua
orang. Bliss merupakan kondisi pikiran yang dipenuhi dengan getaran spiritual
dan karena itu tidak tergantung samskara, kita dapat mengalaminya terus-menerus
dan tidak pernah tumbuh rasa bosan, seperti kita bosan akan es krim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar