*Living with Baba*
Ac.Tapeshvarananda
Ac.Tapeshvarananda
Suatu
hari pada tahun 1969, Baba memberi demonstrasi tentang spiritualitas. Seorang
dada bernama Parashivanandaji, yang duduk dekat-Nya, berpikir dalam hati, “Aku
ingin mengetahui kehidupan masa laluku.”
Baba
menatap Parashivanandaji dan bertanya, “Mengapa kau ingin mengetahui masa
lalumu?” kemudian Baba memanggil dada lain dan mengatakan padanya untuk duduk
dalam sikap yang benar. Dengan tongkat-Nya, Baba menyentuh ajina cakra dada dan berkata, “Sekarang konsentrasilah pada dia
(Dada Parashivananda) dan bawa pikirannya kembali lima tahun yang lalu, sepuluh
tahun, dan dua puluh tahun dan terus hingga kau pergi kembali enam puluh tahun
yang lalu.” Kemudian, Baba bertanya, “Apa yang sedang kau lihat?”
Dada
menjawab bahwa ia melihat sebuah pohon kelapa. Baba mengatakan padanya untuk
konsentrasi lebih dalam. Kemudian, dada berkata, “Aku sedang melihat sebuah
kelapa, Baba.”
Baba
mengatakan padanya, “Sekarang tariklah pikirannya lebih dari dua ratus tahun….
Sekarang apa yang sedang kau lihat ?”
Dada
menjawab, “Ada sebuah kolam besar, dan di salah satu sisi kolam ada sebuah
pohon. Di bawah pohon tersebut ada suatu tempat terbuat dari semen. Seorang
anak laki-laki sedang duduk di atas tempat tersebut, dan ia sedang menangis.”
Kemudian Baba memerintahkan, “Sekarang kembali ke sediakala dan
bermeditasilah.”
Baba
menjelaskan insiden tersebut. Ia mengatakan bahwa ada seorang suci yang
melewati sebuah desa kecil. Beberapa orang desa mendekati orang suci tersebut
dan berkata tentang seorang anak laki-laki berusia dua tahun yang baru saja
kehilangan kedua orang tuanya, meninggalkan tanpa seorangpun yang merawatnya.
Mereka mengatakan bahwa karena anak tersebut tidak memiliki saudara dekat,
seorang tetangga memberikannya perlindungan. Mereka memberitahu orang suci itu
bahwa ia dapat membawa laki-laki tersebut bersamanya bila ia berkenan.
Pendeta
memutuskan untuk membawa anak tersebut bersamanya menuju pertapaanya dan
merawatnya dengan kasih sayang. Ia memberikan pendidikan yang memadai agar ia
mampu membaca dan menulis. Hal yang paling penting yang ia berikan,
bagaimanapun juga adalah bimbingan spiritual. Ketika berusia sepuluh tahun,
anak tersebut menjadi sangat pintar dan sangat teratur dalam latihan
spiritualnya. Pendeta membimbing anak tersebut sedemikian rupa sehingga ia
memperoleh kendali di hampir semua vrttis
dan organnya. Namun demikian, anak tersebut hanya mempunyai satu masalah.
Kadang kala, ia tak dapat mengendalikan keserakahannya pada makanan. Di bawah
pengawasan gurunya yang ketat, perlahan-lahan ia belajar untuk mengendalikan
kecenderungan khususnya tersebut.
Pendeta
ini juga adalah guru dari seorang raja. Raja tidak memiliki anak. Raja dan ratu
keduanya berbakti pada gurunya. Suatu hari, guru memutuskan untuk menguji anak
tersebut untuk melihat apakah ia telah mengembangkan kepercayaan diri dan
tanggung jawab. Ia mengatakan pada anak tersebut, “Aku akan pergi ke suatu
tempat untuk beberapa hari. Kau akan mengurus segalanya.” Pada saat itu, anak
tersebut berusia sekitar tiga belas atau empat belas tahun. Guru mengatakan
padanya secara khusus, ‘Jangan menerima sesuatu dari luar dan jangan memakan
makanan dari luar. Kau hanya harus memakan makanan yang tersedia untukmu di Ashram.” Dengan perintah tersebut, guru
melanjutkan perjalannya.
Setelah
dua atau tiga hari, ratu dan dayangnya pergi ke ashram untuk bertemu guru. Dia membawa banyak hadiah yang bernilai
untuknya. Anak muda tersebut berkata kepada ratu, “Ibu, guruji telah pergi ke
suatu tempat. Setelah guruji kembali, silahkan datang kembali dan berikan benda
ini secara langsung.”
Namun
ratu mempercayai takhyul. Ia tak ingin mengambil kembali hadiah-hadiahnya. Ia
mengatakan pada anak itu, “Aku menawarkan semua ini atas nama guruji. Jadi aku
tak dapat mengambilnya kembali.”
Sekali
lagi, anak tersebut menjawab, “Guruji tidak di sini, jadi aku tidak dapat
menerima pemberian ini.”
Ratu
menjawab, “Jadi, kalau begitu, aku akan menunggunya. Aku akan mendirikan tenda
dan kemah. Aku akan menunggu di sini dengan orang-orangku.”
Anak
tersebut berpikir dalam hati bahwa sesungguhnya ini akan menjadi masalah besar.
Ia ingin tahu cara menghindari situasi sulit ini. Setelah beberapa lama, ia
pergi ke ratu dan berkata, "Ibu, ada sebuah cara untuk memecahkan masalah
ini, bila penerimaan hadiah merupakan masalah pokoknya. Aku akan menerima
sesuatu sebagai bingkisan atas kemurahan hati ibu. Maka, ibu akan dapat kembali
ke rumah dengan sesuatu yang lain. Ketika guruji kembali, ibu dapat kembali dan
memberikan segalanya sendiri.
Ratu
berpikir bahwa ini merupakan pemecahan yang baik sekali atas masalah ini. Ia
tetap membawa segalanya dan menaruhnya di hadapan anak tersebut. Ia ingin
memberikan emas dan banyak barang berharga lainnya. Namun anak tersebut secara
halus menolaknya. Ratu tentu saja agak kecewa, namun menjawab, “Baiklah, ambillah
apapun yang kau sukai.”
Diantara
beragam barang-barang berharga yang tersebar dihadapannya adalah buah kelapa.
Anak itu berkata kepada ratu bahwa ia akan mengambil buah kelapa sebagai
hadiah.
Sementara
itu, ratu mengamati bahwa anak tersebut tidak hanya kalem, pendiam dan tulus,
namun juga tidak memiliki keinginan untuk hal-hal keduniawian. Melihat hal ini,
tanpa disadari ia telah mengembangkan insting keibuannya atas anak tersebut,
dan keinginan untuk memilikinya sebagai anak laki-lakinya. Ketika dia
menawarkan kelapa kepada anak yang manis, sentien,
pikiran tertinggi dalam benaknya adalah untuk memiliki anak tersebut sebagai
anak laki-lakinya.
Anak
itu menerima kelapa seraya berpikir bahwa tidak masalah mengambil sesuatu
barang yang tidak mahal. Ratu menawarkan kelapa tanpa brahmabhava. Dan anak laki-laki juga menerima kelapa tanpa brahmabhava. Memiliki hal ini, keinginan
mereka dan samskara menyatu dan
terpengaruh satu sama lin. Ratu meninggalkan asram dan kembali ke istananya dengan seluruh hadiah. Keinginan
kuat untuk memiliki anak laki-laki itu sebagai anaknya tetap tersimpan.
Namun,
dalam beberapa hari, tiba-tiba ratu menderita sakit dan meninggal. Ia meninggal
memikirkan anak laki-laki tersebut. Ketika guru kembali, dan menemukan anak
laki-lakinya menderita sakit perut. Ia bertanya apakah segalanya berjalan
lancar. Anak itu menjawab, “Ya, guruji, tapi aku menderita sakit perut.”
Guru
bertanya padanya, “Apakah kau memakan sesuatu dari luar?” Anak laki-laki
tersebut menjawab tidak. Guru mengulangi pertanyaan tiga kali dan untuk yang
ketiga kalinya anak tersebut menjawab negatif.
Dengan
kekuatan spiritualnya, guru melihat bahwa anak tersebut telah menerima
pemberian kelapa sebagai hadiah dari ratu.
Sekali
lagi, guru bertanya padanya apa yang telah terjadi selama ketidakhadirannya.
Anak laki-laki tersebut masih tidak menyebutkan sesuatu tentang kelapa. Maka
guru menjadi sangat marah dan menyumpah, “Kau tidak mematuhi perintahku dan
memakan kelapa yang diberikan oleh ratu. Karena kau tidak mematuhi perintahku,
aku ingin kau segera meninggalkan asram
ini!” Maka, anak laki-laki miskin tersebut diusir untuk meninggalkan ashram.
Bagi
anak tersebut, ashram dan gurujinya
adalah segalanya! Kemana ia akan pergi? Pada saat itu, sakit perutnya menjadi
semakin parah. Kemudian ia meninggalkan tempat ashram ini dan berjalan menangis ke kolam terdekat. Di sana ia
duduk dan menangis tanpa henti. Hari berikutnya, anak laki-laki tersebut
meninggal karena sakit perutnya.
Baba
menjelaskan bahwa dalam kehidupan selanjutnya, ia akan lahir kembali sebagai
sebuah pohon kelapa. Dan kehidupannya setelah itu, ia menjadi dada ini. Dan
ratu dari kehidupan lalunya menjadi ibunya di kehidupan sekarang.
Bukan
guru yang mengutuk anak laki-laki yang dicintainya. Apa yang sedang terjadi
adalah hukum alam dan alam semesta dari ciptaan. Baba telah menjelaskan dengan
begitu jelas dalam Perintah Agung bahwa “Bagi mereka yang melakukan sadhana dua kali sehari secara teratur,
maka pikiran Parama Purusa pasti akan
bangkit dalam jiwanya pada saat kematian. Kebebasan terjamin pasti.” Anak
laki-laki yang manis dan suci tersebut tidak dapat memahami bahwa hanya karena
dia mengabaikan perintah gurunya dan menerima kelapa, ia menderita sakit perut,
yang pada akhirnya menyebabkan kematiannya. Gurunya telah membuat pikiran dan
tubuhnya sangat suci dan sensitif hingga ia tidak dapat memakan makanan yang
diberikan oleh seseorang yang memiliki keinginan duniawi yang kuat untuk lahir
kembali. Keinginan guru yang sangat kuat terhadap anak laki-laki itu untuk
mendapat pembebasan pada saat kehidupan tersebut. Namun demikian, ratu
menginginkannya sebagai anak laki-lakinya. Dengan kata lain, dia menginginkan
kelahirannya kembali. Ini merupakan ilmu pengetahuan spiritual yang sangat
halus, dan dinamikanya tidak diketahui oleh anak laki-laki itu.
Setelah
menceritakan cerita yang panjang ini, Baba bertanya pada Dada Parashivananda,
“Apakah kau mengingat segalanya yang berhubungan dengan kelahiranmu?”
Dada Parashivananda menjawab, “Ya, Baba.
Pada saat persalinan, ibuku hampir pingsan. Pada kondisi itu ia mendapat mimpi.
Dalam mimpi itu ia melihat sebuah kelapa jatuh dari surga. Ia memeluk kelapa
tersebut, selanjutnya aku lahir.”
Kemudian,
Baba berkata, “Kau menyelesaikan samskara
sebagai sebuah pohon kelapa. Kini ia mengambil kembali kelapa dan menyelesaikan
samskaranya juga. Parama Purusa sekarang yang akan menjaga
segala milikmu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar